Ketika Kakang Lupa Hapalannya

 


Orang tua mana yang tak akan bangga ketika anaknya mulai bisa mengulang ayat-ayat dalam surat-surat pendek yang tengah dihapalnya?


Orang tua mana yang takkan terharu ketika mulut mungil si kecil berupaya keras mengikuti potongan demi potongan ayat?


Sepertinya perasaan itu pula yang menyelimuti saya saat mulut mungil Kakang terbata-bata mengeja hapalan surat Al-Fatihah. Surat yang pertama kali saya dengarkan berulang-ulang padanya, saat usianya belum beranjak dua. Tak jarang tiba-tiba kedua netra terasa panas, ketika mendengar ia murojaah di ruang tengah. Sedangkan posisi saya ada di kamar sedang menyusui adiknya.


Memutar memori waktu lalu, saya cukup terobsesi ingin menjadi orang pertama yang mengajarkan kakang Z surat Al-Fatihah. Surat yang akan ia baca setiap kali salat, surat yang akan selalu ia bawa sampai kapanpun jua.


Sadar bahwa diri ini pun bukan penghafal Al - Qur'an yang baik. Namun, sebagaimana orang tua lainnya selalu ingin memberikan yang terbaik dari apa yang kami punya. Maka memutuskan untuk memulai mengenalkan ayat-ayat Al-Qur'an sedikit demi sedikit pada Kakang. Dengan catatan tak ada unsur pemaksaan, selama Kakang senang melakukannya.


Tak ada cara khusus pula menghapal surat yang saya terapkan padanya. Syaa hanya melakukannya melalui metode talaqqi. Serta mendengarkan murottal ketika ia tengah berkegiatan sehari-hari. Supaya ia terbiasa mendengar, lalu membangun rasa cinta hingga terdorong keinginannya untuk belajar.


Maka rasa syukur yang tak terbatas ketika Kakang dapat merampungkan keseluruhan surat Al - Fatihah kala itu. Lantas seakan Allah permudah, Kakang terus menambah hapalan suratnya. Walaupun baru hitungan surat, tak menyurutkan rasa syukur ini.


Sampai pada suatu hari, ditengah setoran hapalan suratnya. Kakang mengulang-ulang ayat dengan terbata, saya pikir ia sedang lupa. Keesokan harinya Kakang mencampur ayat dalam satu surat ke dalam satu surat lainnya. Kemudian diam, termenung karena merasa bingung. Tersenyum tipis sambil menatap mata saya memohon bantuan.


Entah mengapa, karena saya yakin ia sudah hapal sebelumnya. Padahal, selama ini pun tak ada kendala yang berarti. Semakin menambah surat baru, seakan membuat Kakang semakin bingung. Terkadang ayat dalam surat An - Nasr masuk ke dalam surat Al - Kautsar, ayat dalam surat Al - Ma'un masuk ke dalam surat An - Nasr, surat Al- Falaq pun menjadi sering terbolak-balik.


Baca Juga Kemunduran Kemandirian Anak

Awalnya saya sempat merasa sedih, membicarakan hal ini pada Apap sambil terus beristighfar. Kami mencoba mencari solusi supaya tak terus berlarut-larut. Seperti biasa, Apap menenangkan sikap saya yang terkadang masih reaktif memandang segala sesuatu, terlebih jika segala tentang anak. Kemudian kami mencoba memperbaiki dengan melakukan hal-hal seperti berikut ini.

1. Menerima

Sebelum memulai untuk memperbaiki sesuatu yang tidak beres dengan hapalan kakang. Saya harus ikhlas menerima kejadian ini terlebih dahulu. Menerima bahwa benar lho hapalan kakang ternyata menjadi kabur lagi. Berupaya menyadari kekhilafan saya sebagai ibunya yang akhir-akhir ini mungkin lalai, kurang banyak menyediakan waktu untuk mengulang-ulang hapalan.


2. Menurunkan ekspektasi

Menyadari bahwa masa keemasannya takkan terulang, maka kami tak ingin merusak fitrah belajarnya. Saya ingin selalu memasukkan segala sesuatu hal yang baru. Namun, kembali kepada kemampuan dan penerimaan anak. Saya pun tak ingin memaksakan walaupun selalu berupaya yang terbaik.

Karena teringat tujuan utama penciptaan manusia ialah agar manusia mengetahui tentang Allah dan untuk beribadah kepada Allah semata. Maka menurunkan ekspektasi berlebih terhadap anak, terutama dalam menghapal Al-Qur'an ini merupakan salah satu cara bagi kami agar merutinkan kegiatan ini dengan bahagia.


3. Murojaah di dekatnya

Ketika sedang berkegiatan sehari-hari, saya sengaja murojaah didekatnya. Tujuannya hanya agar ia terus mendengar dan tanpa menyadari menjadi terekam lalu terkadang ia mengikuti tanpa diminta.


4. Mendengarkan murottal

Mendelegasikan kepada Hafidz doll atau media apapun ketika saya sedang tak bisa menemaninya. Dengan tujuan yang sama, bukan meminta kakang untuk mengikuti. Namun, agar kakang selalu mendengar sehingga lambat laun dapat melancarkan kembali hapalan kakang.


5. Mengulang lagi dan lagi

Disela-sela kegiatannya sehari-hari, saya memintanya untuk membaca 3 surat dalam tiga waktu. Biasanya pagi setelah sarapan dan mandi, kemudian menjelang tidur siang serta menjelang tidur malam.

Tentunya ini bukan tanpa tantangan, jadi saya buat tiga waktu ini dengan kondisi semenyangkan mungkin. Bukan seperti ibu guru sedang mendikte muridnya. Kakang menyetorkan hapalannya dengan gaya yang dia tentukan sendiri. Bisa tetap sambil melanjutkan permainannya atau membiarkan dia melafalkan dengan tetap sambil lari-larian. 


Saya tetap berupaya menerapkan adab belajar padanya, misalnya ketika ia membaca Iqra atau ketika kami melakukan kegiatan terstruktur. Namun, saat memintanya duduk manis untuk menyetor hapalan malah membuatnya sering merasa tak nyaman.

Hingga rampungnya catatan ini, saya dan kakang masih terus berupaya. Mengulang-ulang ayat demi ayat. Tidak tergesa menambah surat, biar lambat asal selamat.

Saya paham, usia kakang kini yang sebaiknya dilakukan hanyalah menanamkan tauhid.  Memupuk sebanyak-banyaknya rasa cinta kepada Allah. Agar ibadah apapun yang dilakukan hanya atas dasar cintanya kepada Allah. 

Proses menghapal Al-Qur'an ini tak lepas sering saya sampaikan pada Kakang bahwa kegiatan ini termasuk salah satu kegiatan yang Allah sukai maka Kakang harus melakukannya dengan baik supaya semakin disayang Allah.


Ya Allah Ya Rabb, sesungguhnya ini hanya bagian kecil dari ikhtiar kami menjadikan keturunan kami menjadi anak saleh dan saleha. Tentu masih banyak kekurangan terdapat dalam diri kami, mampukan kami agar selalu menjaga amanah-Mu. Menjadikan generasi Rabbani yang berjiwa Qur'ani.


Semoga bermanfaat ☺️


Tidak ada komentar